Author: @rifqikhrlanam
Cast: Kevin, Doka, Rio, Mei, Dhia, Kak Flo.
Genre: Friendship, Garingship (?), A little bit
Romance.
Ini
sambungan FF gue yang gue debut tahun lalu, yang dimulai bulan Agustus 2012
-__-. Cerita ini udah lama banget mendep di MsWord, terus gue sambung dikit. Jadi
deh ini FF selesai utuh. ini nih kayak cerita serial gitu. Gak bersambung, tapi
tokohnya dan latarnya itu itu terus. Perkenalan deh ya. Kevin itu tokoh utama
di sini. Doka? Teman seperjombloan Kevin. Rio itu, orang paling kece di kelas
VII-9 yang sering bikin Kevin dan Doka naif dan jealous. Mei? Anak alay di
kelas VII-9 yang kalo doi ngomong itu capslocknya harus gue aktifin dulu -__-
Dhia
itu, cewek cantik yang merupakan incaran Kevin dan Doka yang kayaknya gak bakal
kesampean. Kak Flo adalah kakak Kevin yang cerewet dan masih SMA. Doi punya
pacar, namanya bang Rean.
Di cerita ini ada narator yang tiba- tiba muncul gitu. Dulu emang gue buat begitu, hehe. 'Gue' di cerita nanti adalah gue ya, rifqi, si pembuat fanfic. Jadi kayak bukunya @WOWKonyol ya? Haha. Tapi serius, gue bikin ada narator yang tiba- tiba muncul ini sebelum gue baca buku #TFU nya @WOWKonyol.
Cerita
kali ini insyaallah seru. Ayo langsung menggelinding ke bawah! :D
KECE MATA
“Rio?! MAKE KACA MATA?!” Doka membulatkan matanya saat
Kevin berkata bahwa Rio sekarang memakai kacamata.
Kevin mengangguk. “Kenapa emangnya?
Lo kok kayak histeris banget denger perkataan gue tadi? Lo ngebet si Rio?” ucap
Kevin, setengah terkikik. Mereka menyusuri koridor sekolah, mencari kelas 7-9.
Pagi ini, suasana sangat dingin. Angin hitam seakan menguasai langit, tanda
turun hujan.
“Kevin. Gue masih normal, bego.”
desis Doka. Kevin tertawa renyah, lalu dua sahabat itu masuk ke dalam kelas.
“Eh, itu Rio. Dengan kacamatanya
yang menggantung indah di atas hidung.” ujar Kevin, menunjuk seseorang yang
tengah duduk diam diatas kursinya, sendirian. Kelas 7-9 masih tanpak sepi.
Hanya ada beberapa orang yang ada di dalam kelas.
Kevin dan Doka menaruh tas mereka
diatas kursi, lalu duduk. Mereka melepas jaket yang mereka pakai, lalu
menaruhnya di loker.
“Eh Kev, lo bikin PR Biologi?” tanya
Doka. Kevin mengangkat alis.
“Kalau gue jawab ‘iya’, emangnya kenapa
hah?” tanya Kevin.
“Gue. Pinjem. Plis.” ujar Doka
sambil nyengir. Kevin, dengan mata mendelik, hanya bisa menyerahkan buku
Biologi-nya.
“Ini gue pinjemin PR gue ke lo dah.
Kasian gue, ntar kalo gak dipinjemin, lo malah dijemur sama Bu Awi gegara gak
buat PR.” ujar Kevin, mulutnya menyeringai setengah tidak ikhlas.
“Ah Kev! Makasih! Situ baik deh! Gue
doain supaya lo dengan Mei hubungannya langgeng selanggeng mpek- mpek.” Doka
membuka buku PR Kevin yang dipenuhi dengan jawaban- jawaban PR.
“Gue? Ada hubungan sama Mei? Najis.”
Kevin berdecak setengah kesal. “Eh, nama mpek- mpek itu, ‘lenggang’, bukan
‘langgeng.’” katanya lagi.
“Haha. Tumben lo pinter.” ujar Doka,
nadanya seolah ngajak rusuh banget.
“Lo. Balikin buku PR gue kalo masih
ngusilin gue.” decak Kevin.
“Pis lop en gahol, bro.” Dua jari
Doka membentuk huruf V.
Selang beberapa saat, setelah Doka
dengan enaknya berhasil menyalin PR Biologi kepunyaan Kevin, seorang Mei datang
dengan hebohnya.
“WAHA.. HALO, 7-9~~” teriaknya,
dengan santai melanggeng masuk ke dalam kelas.
“Beh. Hebohnya ekstrem gilak.”
komentar Doka. Kevin tertawa kecil.
“WAAAAAH, RIO! KOK LO MAKE KACA
MATA?” Mei makin heboh, dan memekik keras saat iya melihat seorang Rio yang
memakai kaca mata.
“Aku didiagnosa minus. Haha.” ujar
Rio, tersenyum kecil.
“LO KECE LOH! GUE SUKA LO, RIO!” Mei
makin heboh saja—ia menembak Rio di depan umum.
“Haha.” Rio tertawa dengan dingin.
“Eh, btw, kenapa si Mei heboh banget
yak?” tanya Doka, keheranan.
“Si Mei gak heboh, kok. Cuma author-nya
aja yang lebay, setiap perkataan Mei make capslock.” Kevin menunjuk Rifqi,
author FF ini.
*gue
dateng ke dalem cerita bawa golok* *gampar Kevin*
****
“Ah, si Rio nolak gue. Lagi.” dengus
seorang cewek—yang pasti bukan Mai. Soalnya, kalo Mai yang ngomong, pasti
kalimat tadi di capsclok-in sama si autor fanfic gak jelas ini.
Dengusan cewek tersebut terdengar di telinga
Doka dan Kevin yang tengah duduk di kursinya—lebih tepatnya, sedang membaca
komik.
“R.. Rio ditembak lagi?” Kevin
seolah memastikan apa yang sudah ia dengar.
“Aku juga mendengar begitu,” sahut
Doka.
“Yampun, dia laku banget kayaknya.
Pasti karena kece mata nya itu.”
dengus Kevin.
“Ahaha. Kau iri dengannya?” terka
Doka, sedikit tertawa.
“Kau juga kan?” Kevin mengangguk,
lalu bertanya balik terhadap Doka.
“I.. iya sih,” Doka menyeringai,
menampakkan gigi putih sepermpat kuningnya.
“Si Rio makin kece karena
kacamatanya itu kan yak.” Kevin meletakkan komik yang sedang mereka baca.
Pembicaraan mereka kini beralih pada sesesok Rio yang sepertinya sudah sukses
menggemparkan anak kelas tujuh.
“Bodo ah. Gak make kacamata juga dia
udah dibilang kece kok sama cewek.” Doka mendengus.
“Bukan gitu. Lo mau make kacamata
gak?” Kevin mengutarakan pertanyaannya. Doka menangkat sebelah alisnya. Alisnya
seolah bertanya, ‘maksud lo?’
“Gini. Kan penyebab make kaca mata
minus itu kalogasalah sih karena banyak baca dengan jarak pandang terlalu
dekat, nonton TV berjam- jam, di layar laptop berjam- jam, dan banyaaak lagi.
Nah, kita lakuin kegiatan itu yuk biar tambah kece! Mana tau Dhia jatuh hati
sama gue.” ujar Kevin. Idenya (agak) brilian bagi dua anak tablo ini.
Doka tersenyum. “Ide bagus,”
katanya, lalu beranjak dari kursi. “Em, tapi, gak make kacamata juga gue udah
kece kok Kayak Robbert Pattinson. Dhia juga sudah jatuh cinta kok sama gue.”
Dhia adalah salah satu anak cantik
yang mendiami kelas VII-9. Kevin dan Doka sangat suka pada Dhia. Tapi Dhia
tidak menyadari hal itu. Sukur deh Dhia gak menyadari hal itu. Soalnya kalo
Dhia sadar dua anak itu suka dia, bisa bisa dia koma dua windu.
“Demi Eyang Subur, perkataan lo
sudah membuat nafsu BAB gue membahana,” Kevin berkata geli. Kepalan tangan Doka
kini berputar- putar di sekitar kepala Kevin. Ingin menjitak, tapi hanya main-
main.
“Oh ya. Gue mau ke kantin, beli
nasgor.” ujar Doka, lalu melangkah menjauhi Kevin.
“Trus emang apa hubungannya dengan
gue?” Kevin menceletuk usil. Alhasil, penghapus papan tulis di kelas kini sudah
melayang ke kepala Kevin. Doka yang melemparnya lantas berlari sambil terkikik.
Kevin berlari mengejar Doka. Mukanya
agak hitam karena terkena penghapus papan tulis. Dengan membawa penghapus papan
tulis, kini ia berlari kesal. Ia juga menutup sebelah matanya karena di spot
itulah ia terkena noda penghapus papan tulis.
BRUK!
Saat anak tiga belas tahun nanggung
dan seperempat sinting itu berlari keluar pintu kelas, ia menumbur Dhia yang
tengah membawa sebungkus sate dari kantin. Karena menumbur, sate itu kini
sukses membuat baju Kevin kotor.
“BEGO!” bentak Kevin…. yang belum
menyadari kalau yang ia bentak itu adalah Dhia.
Kevin melempar penghapus papan tulis
itu ke dalam kelas, lalu melihat siapa yang membuat bajunya ternodai bumbu
sate. Dan Kevin menjadi salah tingkah ketika mengetahui kalau Dhia lah yang
melakukannya.
“Ma.. maafkan aku atas p.. per..
kat.. kat.. kataanku t.. tadi!” ujarnya malu, tanpa melihat ke Dhia. Takut ia
makin salah tingkah.
“Ah, tak apa, Vin. Aku yang harusnya
minta maaf. Haha.” Dhia tersenyum. Ia lalu sedikit membersihkan bagian baju
Kevin yang kotor karena ulahnya (sebenarnya ulah Kevin yang tidak lihat- lihat
saat berlari, sih). Tangan Dhia mengusap sedikit baju Kevin.
Mengetahui bajunya dibersihkan
(sedikit) oleh Dhia, Kevin makin salah tingkah. Mukanya merah. Dia kayak
kepiting rebus yang hitam (noda penghapus papan tulis) karena gosong pas
direbus, lalu dikasih bumbu sate. Gue juga gak tau kenapa itu kepiting bisa
gosong pas direbus. Ah, bodo.
Dhia tersenyum, sekali lagi meminta
maaf ke Kevin. Lalu, puluhan merpati putih turun dari langit. Teman- teman se
sekolahnya menari melihat kemesraan (gue gak tau mesranya dimana) Dhia dan
Kevin. Dhia dan Kevin pun lantas ikut menari Chaiya Chaiya.
….
Salah skenario. Ini bukan film
India.
“Vin, mukamu kenapa… hitam begitu?”
Dhia memperhatikan muka Kevin.
“Eng… eh, gak apa- apa kok. Hehe.
Bye, Dhia!” Kevin berlari menuju WC sekolah, hendak membersihkan bajunya
sebisa mungkin, dan juga, mukanya yang hitam itu.
***
“Rif!
Kok bukan gue sih yang mesra- mesraan sama Dhia?” Deko mendecak kesal, ke
author fanfic ini.
“Salah
siapa coba? Kenapa lo lempar Kevin make penghapus papan tulis? Gara- gara itu
kan dia jadi ngejar lo, dan numbur Dhia?” gue meleletkan lidah ke Deko.
“….
Ulang
skenarionya pokoknya! Gue mau gue yang mesra- mesraan sama Dhia. Titik!” Deko
kesal. Ia iri dan panas hatinya.
“Bodo.
Gue capek ngetik ulang.” kata gue, dengan nada merendah. Bukannya jadi baik,
tapi gue males menanggapi Deko yang suka komplain gini.
“Plis
Rif!” Deko memelas.
“Eh
Teko Aer Putih, lo diam atau gue hapus tokoh lo dari fanfic ini?” gue mendelik
ke arah Deko.
“E…
h! Iya deh Rif, ampun rif ampun…,” Deko tersenyum paksa.
-______-
***
Langit menjingga, burung merpati di
atap- atap ruko kini terbang merendah. Petang, pukul lima tiga puluh menit.
Ada sedikit keributan di rumah
keluarga besar Lan petang ini. Anak terakhir pak Lan, Kevin, sore ini melakukan
ritual yang aneh- aneh. Misalnya, main laptop, dan laptopnya itu ia dekatkan ke
mukanya, lebih tepatnya, matanya. Lalu, ia juga membaca buku dengan jarak pandang
terlalu dekat. nonton TV dengan jarak pandang kurang dari sepuluh sentimeter.
Padahal, yang LDR aja tahan kok meski jarak mereka berpuluh- puluh kilo!
Terus apa hubungannya dengan LDR
LDR-an? -___-
Nah, lanjut. Menyadari adiknya yang
aneh itu, Flo, kakak Kevin yang menginjak bangku SMA, bersungut- sungut
memarahi adiknya yang sok bego ini.
“SEMPRUL PANGKAT BEGO LAH. NANTI LO
JADI MAKE KACAMATA!” kata Flo.
“JUSTRU ITU KEMAUAN GUE!” Kevin
mendecak.
“…
Kevin, make kacamata itu gak enak
tau. Hhh, ribet mau ngapain. Terus kalo kamu mau main bola, jadi susah vin.”
nada bicara kak Flo merendah. Menasehati adiknya yang entah ketularan apa, jadi
mau make kacamata.
Kak Flo memperbaiki posisi
kacamatanya. “Pokoknya ribet Vin.”
“Tapi kak, gue mau kece.”
“Emang kalo lo make kacamata, lo
jadi kece gitu?”
“Kayaknya.”
“Halah, lo habis liat siapa ya Vin.
Ronaldo aja kece tuh, tanpa harus make kacamata.”
“Kakak jangan bandingin dengan
Ronaldo dong!” Kevin menghembuskan nafasnya. Kadang- kadang Kak Flo emang agak
nyeleneh.
“Bang Rean itu pake kacamata kan?”
Kevin menyeletuk usil. Bang Rean adalah pacar kak Flo.
“I.. iya. Emang kenapa?” Kak Flo
sedikit pucat.
“Kece gak menurut kakak?” Kevin
mengeluarkan senyum evilnya. Muka kak Flo memerah. “Kevin!”
“Hehe,” Kevin tertawa.
“Bang Rean itu dari lahir emang udah
kece! Gak kayak lo.” kak Flo ngomong dengan muka merah, “gak kayak lo!”
“Biarin bang Rean kece dari lahir,
dan menurut kakak, gue gak kece. Tapi gue sehat terus, jarang sakit!” Kevin
membela dirinya sendiri, yang gagal dengan sukses. Pembelaan yang tidak
kuantitatif. Gue ngomong apa sih…
“Apa hubungannya dodol. Lo jarang
kena penyakit juga mungkin karena para bakteri dan virus najis memasuki tubuh
lo.” Kak Flo terkekeh.
“Hanzir.” Kevin mendengus. Tapi,
dalam hati, ia geli juga mendengar kakaknya berbicara seperti itu.
****
Begitulah. Kevin beberapa hari ini
terus melakukan ritual aneh tersebut. Tentu saja tanpa sepengetahuan Papa dan
Mama. Kak Flo malas menceramahinya lagi.
Di Hari Minggu, Kevin akhirnya
mengutarakan keluhan kepada Mama bahwa kepalanya pusing setiap melihat benda
jauh atau tulisan jauh, misalnya tulisan di papan tulis. Mama yang khawatir
segera membawanya ke rumah sakit optik. Dan dokter mendiagnosa kalau Kevin
menderita mata miopi. Harusnya Kevin senang karena perjuangannya untuk bisa
minus dan memakai kacamata itu berhasil. Tapi, rupanya, perkataan kak Flo tempo
hari betul. Memakai kacamata itu… ribet
dan gak nyaman.
Kevin kini memakai kacamata cekung,
minus satu, berframe hitam. Serupa dengan kacamata Rio. Tapi kini ia risih,
musti beradaptasi lagi.
“Nah, enak make kacamata, Vin?” kak
Flo nyengir. Kevin mendengus.
***
Hari yang membuat Kevin deg- degan tiba. Kevin akan
memakai kacamata ke sekolah. Entah apa komentar teman- temannya. Ia berharap
komentar teman- teman tentang kacamata barunya ini merupakan komentar positif.
Ternyata salah. Banyak yang tertawa melihat Kevin memakai kacamata. Menganggap
hal itu hal aneh. Ada juga sih yang kepo kenapa Kevin memakai kacamata, tapi
mereka tidak memuji kalau Kevin makin ganteng dengan kacamata tersebut. Emang
gak makin ganteng sih…
Dan komentar terjujur mengenai Kevin
yang memakai kacamata melesat dari mulut Doka. Ia mengatakan, muka Kevin kini
seperti telapak kaki Drogba. Kevin yang kesal lantas menjitak Doka yang
terkekeh- kekeh, dan menyeletuk bahwa ia beruntung karena ia tidak mengikuti
saran Kevin seminggu yang lalu.
***
Kevin duduk di kursi taman sekolah.
Terdiam. Ia sedikit kesal. Tapi mau bagaimanapun juga, ini salah dia.
“Hai Kevin.” Dhia menghampiri Kevin.
“OH! H.. hai, D.. Dhia!” Kevin
memasang senyum.
“Kev, kacamata baru tuh?” tanya
Dhia, basa- basi. Ia lantas duduk di samping Kevin.
Kevin mengangguk.
“Sabar ya Kev, lo tadi dikatain
habis- habis sama temen- temen, gara- gara kacamatamu yang menurut mereka, itu
membuat muka lo tambah aneh.” Dhia terdiam.
Kevin ikut terdiam. Jantungnya
menderu mendengar ucapan seperti itu dari Dhia.
“Tapi.” kata Dhia.
“Ya?” tanya Kevin.
“Lo…. gak memakai kacamata saja
sudah keren, kok!” Dhia tersenyum, menepuk pundak Kevin, lalu berjalan menjauhinya.
JOS! Jantung Kevin seperti mau copot ketika mendengar perkataan Dhia tersebut.
Kevin juga heran, kenapa Dhia bisa tahu maksud ia memakai kacamata adalah
supaya ia terlihat keren. Apakah kata- kata itu meluncur begitu saja dari bibir
Dhia? Atau…? Ah, nobody knows. Yang jelas Dhia sukses membuat Kevin salah
tingkah. Sangat salah tingkah.
Yea
Kevin, you’ve got lucky strike.
Rifqi, 26 April 2013.
(Belum) tamat.
10 komentar:
WOW !! SERUU!! tulisannya gakaya ditulis sama ababil yang masih kelas 9(?) ga ngebosenin dibacanya~~ btw itu si doka namanya doka apa deko ?? di naratornya tulisannya deko ._.
lanjutkan riiff!!!! ('-')9 SEMANGKAAAAAA
makasiiih :*
salah tulis kak~~~~
bakat juga ya lo bisa nulis sama ngrangkum cerita beginian :D
wahaha. makasiiih :))
Seru, seru. Tapi di kalimat awal ada tulisan 'Angin hitam seakan menguasai langit, tanda turun hujan.' Kok angin ya.___. Terus banyak typo-nya. Tapi seru... Hahaha, yakali pengen pake kacamata harus min dulu. Kan ada kacamata yang netral... Bener-bener itu si Kevin hahaha :))
salah tulis. harusnya awan. sumpah ini banyak banget typonya. (۳º̩̩́_º̩̩̀)۳
iya yang kacamata netral itu sebenarnya gue udah nulis kalo sekolah ngelarang make kacamata netral tanpa sebab. tapi gue hapus-_-
sori ya serba kekurangan. ff sambungan sih -///-
Gue suka dibagian ini -- “Biarin bang Rean kece dari lahir, dan menurut kakak, gue gak kece. Tapi gue sehat terus, jarang sakit!” pembelaan dirinya awkward tapi kocak.
wakaka. thanks! :)
Nice post, Rifqi! Dusan Jambi ya? Salam kenal, aku dusan Bangka Belitung.
Visitback yaa :-)
iya rizkaaa :D
Posting Komentar